Berita Paringin – Kecurigaan Cemburu Sebilah belati, 11 luka tusuk, dan satu nyawa melayang. Sebuah tragedi keluarga kembali menyita perhatian publik. Muhammad Firdaus (42) , warga Desa Sungai Bamban, kini menyandang status tersangka setelah menikam pria bernama Gusti Hendriansyah (41) hingga terbunuh. Motifnya sederhana namun tragis: cemburu dan sakit hati.
Kapolres Barito Kuala, AKBP Anib Bastian , menyebut bahwa kasus ini dipicu oleh perasaan dikhianati. Pelaku merasa kecewa karena istri yang dinikahi secara siri kembali menjalin hubungan dengan mantan suami, yaitu korban, ujarnya dalam konferensi pers, Jumat(13/6/2025).
Cinta Segitiga Yang Retak

Dalam kesehariannya, Firdaus hidup dalam hubungan rumah tangga yang goyah dengan seorang perempuan berinisial N . Mereka menikah siri selama dua tahun, tanpa anak, dan tanpa keharmonisan. Firdaus mengaku sering ditinggalkan. “Kadang datang hanya untuk minta uang, lalu pergi lagi,” katanya datar, saat dihadirkan dalam konferensi pers.
Baca Juga : Klasemen F1 2019 Usai Bottas Menangi GP Australia
Kecurigaan Firdaus bahwa sang istri kembali dekat dengan mantan suaminya semakin menjadi ketika ia membaca pesan WhatsApp. Di pesan itu, N mengaku sebagai korban kekerasan dan sedang dalam tekanan. Sialnya, permintaan bantuan dari N kepada korban justru menjadi awal dari benturan yang tidak bisa dielakkan.
Rentetan Peristiwa yang Menyesakkan
Senin pagi, 9 Juni, korban Gusti diminta oleh pemilik rental mobil—yang juga mengenal N—untuk membantu mengambil mobil sewaan yang sedang digunakan N. N dikabarkan tidak bisa mengantarkan mobil dan uang sewa karena “disekap suami.” Gusti pun bersedia membantu, didampingi adik N sebagai penunjuk jalan.
Tiba di lokasi, Firdaus sudah siap. Ia tahu akan bertemu dengan pria yang mencurigakannya sebagai “pengganggu rumah tangga”. Di tangannya telah tergenggam belati sepanjang 35 cm. Dan ketika emosi mendidih, akal sehat berhenti bekerja.
“Terjadi pertarungan satu lawan satu, namun korban hanya menggunakan tangan kosong,” ungkap Kasat Reskrim AKP Adhi Nurhadaya Saputra .
Darah dan Penyesalan yang Terlambat
Hasil visum menyatakan Gusti mengalami 11 luka tusuk yang mengakibatkan kematian di tempat. Serangan itu begitu brutal dan spontan, lahir dari balas dendam yang sudah lama membusuk di dada Firdaus.
Kini, Firdaus menghadapi jeratan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan/atau Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang pemahaman yang menyebabkan kematian. Penyudikan berjalan lancar, dengan delapan saksi telah diperiksa.
Namun tidak ada yang berjalan lancar dalam kehidupan Firdaus sejak tragedi itu.
Ketika Luka Batin Tak Ditangani, Belati Bicara
Kasus ini lebih dari sekedar pembunuhan karena cemburu. Ini adalah gambaran tentang hubungan yang rapuh, komunikasi yang mandek, dan emosi yang tak tertata . Dalam ruang rumah tangga yang tidak sehat, kekerasan bisa lahir dari kekecewaan yang tak pernah diredakan.
Firdaus menyesal. Tapi penyesalan datang di balik jeruji. “Saya merasa terhina dan tidak bisa menahan amarah,” katanya sambil menunduk.
Penutup: Luka Jiwa Tak Bisa Diobati dengan Darah
Tragedi Barito Kuala ini jadi pengingat bahwa cinta yang tak sehat bisa berakhir sebagai bencana . Bahwa sakit hati yang dipendam bisa menjadi senjata mematikan, dan konflik rumah tangga—sekecil apa pun—harus diselesaikan secara damai, bukan dengan kekerasan.
Karena sekali amarah berubah menjadi tikaman, tidak ada jalan untuk mengembalikan waktu. Hanya penyesalan, dan penantian panjang di ruang tahanan.